Karakteristik
utama kritik interpretif adalah kritikus dengan metode sangat personal.
Tindakannya bagaikan sebagai seorang interpreter atau pengamat tidak mengklaim
satu doktrin, sistem, tipe atau ukuran sebagaimana yang terdapat pada kritik
normatif. Kritik Interpretif punya kecenderungan karakteristik sebagai berikut
:
- Bentuk kritik cenderung subjektif namun tanpa ditunggangi oleh klaim doktrin, klaim objektifitas melalui pengukuran yang terevaluasi.
- Kritikus melalui kesan yang dirasakannya terhadap sebuah bangunan diungkapkan untuk mempengaruhi pandangan orang lain bisa memandang sebagaimana yang dilihatnya.
- Menyajikan satu perspektif baru atas satu objek atau satu cara baru memandang bangunan (biasanya perubahan cara pandang dengan “metafor” terhadap bangunan yang kita lihat)
- Melalui rasa artistiknya disadari atau tidak kritikus mempengaruhi orang lain untuk merasakan sama sebagaimana yang ia alami ketika berhadapan dengan bangunan atau lingkungan kota.
- Membangun karya “bayangan” yang independen melalui bangunan sebagaimana miliknya, ibarat kendaraan.
Kritik interpretif dibagi dalam tiga metode
sebagai berikut yaitu advokasi, evokasi dan impresionis.
1. Kritik Advokasi
- Kritik ini tidak diposisikan sebagai penghakiman (judgement) sebagaimana pada Normatif Criticism.
- Bentuk kritiknya lebih kepada sekadar anjuran yang mencoba bekerja dengan penjelasan lebih terperinci yang kadangkala juga banyak hal yang terlupakan
- Isi kritik tidak mengarahkan pada upaya yang memandang rendah orang lain
- Kritikus mencoba menyajikan satu arah topik yang dipandang perlu untuk kita perhatikan secara bersama tentang bangunan
- Kritikus membantu kita melihat manfaat yang telah dihasilkan arsitek melalui bangunannya dan berusaha menemukan pesona yang kita kira hanya sebuah objek menjemukan.
- Dalam hukum kritik advokasi, kritiknya tercurah terutama pada usaha mengangkat apresiasi pengamat.
Karakteristik
- Evoke : menimbulkan, membangkitkan
- Ungkapan sebagai pengganti cara kita mencintai bangunan
- Menggugah pemahaman intelektual kita atas makna yang dikandung bangunan
- Membangkitkan emosi rasa kita dalam memperlakukan bangunan
- Kritik evokatif tidak perlu menyajikan argumentasi rasional dalam menilai bangunan
- Kritik evokatif tidak dilihat dalam konteks benar atau salah tetapi makna yang terungkap dan penglaman ruang yang dirasakan.
- Mendorong orang lain untuk turut membangkitkan emosi yang serupa sebagaimana dirasakan kritikus
- Kritik evokatif disampaikan dalam bentuk : naratif dan fotografi
a. Kritik Naratif
Contoh
: Kritik Peter Green (1974).
3. Kritik Impressionis
Karakteristik
- Seniman mereproduksi karyanya sendiri atau orang lain dengan konsekuensi adanya kejemuan, sedang kritik selalu berubah dan berkembang. Impresi terhadap karya mempengaruhi perancang untuk membuat perubahan dan perkembangan dalam karya-karya berikutnya.
- Kritik impressionis adakalanya dipandang sebagai parasit karena seringkali menggunakan karya seni atau bangunan sebagai dasar bagi pembentukan karya keseniannya. Karya yang telah ada menjadi kendaraan untuk menghasilan karya seni lain melalui berbagai metode penyajian.
- Karya yang asli berjasa bagi kritik sebagai area eksplorasi karya-karya baru yang berbeda. Begitu juga sebaliknya kritik akan membaerikan impresi bagi pengkayaan rasa, pengalaman dan apresiasi terhadap perkembangan teoritik ke depan.
- Kecantikan, memberi kepada penciptaan unsur yang universal dan estetik, menjadikan kritikus sebagai kreator, dan menghembuskan ribuan benda yang berbeda yang belum pernah hadir dalam benaknya, yang kemudian terukir pada patung-patung, terlukis pada panel-panel dan terbenam dalam permata-permata.
- Kritik Impresionistik dapat berbentuk :
Verbal
Discourse : Narasi
verbal puisi atau prosa
Caligramme : Paduan kata
yang membentuk silhouette
Painting : Lukisan
Photo
image : Imagi foto
Modification
of Building :
Modifikasi bangunan
Cartoon :
Focus pada bagian bangunan sebagai
lelucon.
Contoh bangunan dengan metode kritik evokasi:
Kantor Pos - Jalan Banda, Bandung
Contoh bangunan dengan metode kritik evokasi:
Kantor Pos - Jalan Banda, Bandung
Kantor
pos yang terletak di Jalan Banda, Kota Bandung ini merupakan salah satu
bangunan hasil modernisasi. Bangunan ini sebelumnya merupakan salah
satu kantor pos yang berada di Kota Bandung. Kini bangunan ini
difungsikan sebagai bangunan komersiil yaitu sebuah factory outlet yang
diberi nama STAMP Factory Outlet. Bangunan yang semula mengambil konsep
bangunan bergaya Belanda, kini ditambah dengan sebuah tampilan fasad
bangunan yang lebih modern dengan adanya sebuah lorong di entrance
dengan bentuk menyerupai huruf "A" yang merupakan logo dari Factory
Outlet tersebut. Fasad terlihat modern dengan penggunaan material kaca
film berwarna gelap pada atap dari tambahan fasad yang baru. Dengan
adanya penambahan warna mencolok pada fasad baru dan beberapa bagian
dari bangunan inti menjadikan bangunan Kantor Pos - Jalan Banda, Kota
Bandung ini terlihat modern namun tidak menghilangkan bentukan aslinya
yang bergaya kolonial.
Kantor Pos - Jalan Banda, Bandung.
Kesimpulan
Dari yang kita ketahui bangunan publik di kota Bandung memiliki nilai sejarah yang tinggi. Adapun proses modernisasi yang dilakukan pada bangunan tidak menghilangkan bentuk aslinya yang bergaya Belanda tersebut. Sehingga bangunan yang memiliki nilai sejarah tinggi itu ada baiknya untuk kita lestarikan.
Daftar Pustaka
https://winnerfirmansyah.wordpress.com/category/kritik-arsitektur/
http://gerysuseno.blogspot.com/2013/03/kritik-arsitektur.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar