Sabtu, 19 Januari 2019

Kritik Arsitektur Nomatif

Metode Kritik Normatif

Untuk hakikatnya kritik normatif adalah adanya keyakikan (conviction) bahwa di lingkungan dunia manapun, bangunan dan wilayah perkotaan selalu dibangun melalui suatu model, pola, standard, atau sandaran sebagai suatu prinsip.

  • Melalui suatu prinsip, keberhasilan kualitas lingkungan buatan dapat dinilai.
  • Suatu norma tidak saja berupa standard fisik yang dapat kuantifikasi tetapi juga non fisik yang kualitatif.
  • Norma juga berupa sesuatu yang tidak konkrit dan bersifat umum serta hampir tidak ada kaitannya dengan bangunan sebagai sebuah benda kontruksi.
Kritik normatif terbagi dalam 4 metode, yaitu:

1. Metode Doktrin

    Merupakan metode yang dilihat dari aliran atau nilai - nilai sosial. Contohnya, seperti disaat kita membuat sebuah tema perancangan bentuk arsitektur. Tema tersebut adalah doktrin yang kita buat untuk meyakinkan diri sendiri tentang apa yang ingin kita buat.

2. Metode Tipikal

    Merupakan metode yang mempunyai uraian urutan secara tersusun dan kebiasaan yang terarah. Contohnya, bangunan rumah tinggal, secara tipikal dimana pun selalu memiliki kamar tidur, ruang keluarga, ruang tamu, ruang makan, dapur, kamar mandi/toilet, dan ruangan lain.

3. Metode Ukuran

    Merupakan metode dengan ukuran yang dijadikan sebagai patokan untuk menilai namun pada akhirnya kecenderungan relativitas akan lebih berperan. Sifatnya akan berakhir tidak pasti, relatif, sesuai dengan pemahaman yang diinginkan masing - masing. Contohnya, disaat kita membuat denah suatu bangunan biasanya ukuran ruangan bangunan tersebut berpatokan pada data arsitek namun pada akhirnya ukuran ruang bangunan tersebut disesuaikan dengan kebutuhan individu masing - masing.

4. Metode Sistem

    Merupakan norma penyusunan elemen - elemen yang saling berkaitan untuk satu tujuan dalam hal ini akan dibahas mengenai metode tipe. 

Kritik Normatif Metode Ukuran

Green School Bali














Gagasan tentang sebuah sekolah yang mengusung kehidupan ala kampung di Indonesia, itu ternyata mendapat dukungan dari masyarakat internasional. Tercatat illusionis internasional David Copperfield dan desainer dunia Donna Karan dari New York, berpartisipasi dalam program donasi sekolah untuk 205 muridnya berasal dari Indonesia dan bersekolah gratis. Akhirnya pada tahun 2008 berdirilah sekolah internasional Green School, di atas lahan hutan 8 hektar, di kawasan Sibang Kaja, Bali. 

Memasuki kompleks sekolahan yang asri, hutan desa yang yang rimbun dengan pepohonan, menyambut. Namun untuk sampai di bangunan sekolah, seluruh murid harus melalui Jembatan Minang yang melintasi sungai Ayung. Dinamakan Jembatan Minang karena atap jembatan ini mengadaptasi atap rumah adat Minangkabau. Konstruksi jembatan ini seluruhnya terbuat dari bambu.  Daerah di sisi seberang Jembatan Minang, merupakan kawasan utama sekolah. Di situ terdapat sawah milik sekolah dimana siwsa dan guru sering menanam padi bersama. Namun area belajar yang sesungguhnya baru ditemui setelah perjalanan melewati jalan setapak yang menanjak yaitu kelas-kelas tanpa dinding atau pun kaca, terlihat. Desain yang terbuka tersebut membuat para siswa yang sedang belajar merasakan desiran angin serta mendengar suara-suara alam seperti: kicauan burung,suara pepohonan yang bergesek, dan aliran air di sungai.

Sementara itu di level tertinggi dari kawasan, terdapat sebuah lapangan besar, sarana olahraga out door sekolah dan sebuah gymnasium. Terdapat pula sebuah bangunan dnegan tiga level: Heart of School (HOS). Ini adalah bangunan utama sekolah yang berfungsi sebagai tempat administrasi, ruang guru, ruang kepala sekolah, serta ruang-ruang penunjang lain seperti galeri seni kriya anak, ruang komputer dan lainnya.

Di level bawah, kita bisa melihat pilar-pilar bambu, menopang lantai-lantai di atasnya dalam susunan yang unik. Bila selama ini batang-batang bambu lekat dengan bangunan kotak dan sederhana, tidak demikian dengan bangunan Green School. Hampir semua bangunan yang ada di sini di desain melengkung. “There is no straightlines in nature.” Jelas Marny, salah satu senior architect PT. Bambu Bambu yang terlibat di proyek Green School ini. Sementara John hardy percaya bentuk kotak dan garis yang terlalu tegas akan mengurangi kreativitas yang dibutuhkan anak-anak selama belajar. Maka hasilnya adalah kelas-kelas berbentuk busur dengan bambu-bambu yang diikat secara melengkung sebagai penopang utama bangunan. Batang-batang bambu itu kemudian disambung dengan rangkaian bambu lainnya membentuk atap dengan ilalang di atasnya.  Hampir semua elemen bangunan Green School menggunakan material bambu, di antaranya pada: tiang, rangk atap, tangga, lantai atas dan lainnya. Bambu-bambu itu disambung dengan sistem pin dan baut. Namun tidak hanya konstruksi bangunan saja yang menggunakan bambu. Railing atau pagar pembatas, hingga furniture seperti kursi dan meja belajar pun dibuat dari bambu.
Bambu, merupakan tanaman yang mudah tumbuh. Hanya dalam jangka 4-5 tahun ketinggian bambu bisa mencapai 18 meter, sementara pohon lain membutuhkan waktu 25 tahun. Dengan demikian, termasuk material yang ramah lingkungan karena mudah dan cepat diperbaharui.  Kelas-kelas di Heart of School didesain sebagai bangunan dengan sistem yang terbuka. Artinya, angin dan cahaya matahari dapat masuk dengan maksimal ke dalam bangunan. Itu masih ditambah dengan sebuah skylight yang melingkar di puncak atap, sebagai sumber pencahayaan alami bagi ruang-ruang di bawahnya. Fasilitas lain di sekolah ini adalah Green Waroeng, yaitu kantin yang menjual makanan hasil olahan kebun di sekitar Green School. Green School memang sebuah sekolah dengan konsep kembali ke alam. Namun upaya untuk bersahabat dengan lingkungan tak hanya diterapkan pada konteks fisika bangunan, pilihan material atau membiarkan pepohonan di sekitarnya tumbuh. Utilitas bangunan seperti listrik pun, direncanakan dengan sistem tersendiri, yaitu turbin yang digerakkan oleh air, yang dinamakan Vortex. Sedangkan penyediaan air bersih berasal dari sungai yang berada sekitar 40 m di bawah tanah, masih di dalam kawasan.

Sistem pembuangan air dari kamar mandi juga dibuat berbeda . Setiap toilet, baik untuk laki-laki maupun perempuan, memiliki dua sistem. Buang air kecil kloset, ditampung dan digunakan untuk menyiram bambu untuk digunakan sebagai pupuk tanaman nantinya.
Kawasan yang didesain tidak mencemari lingkungan ini diharapkan akan menghasilkan anak-anak yang selalu berfikir ‘green’ karena terbiasa dengan lingkungan yang asri.

Kesimpulan
Berdasarkan analisis dengan menggunakan metode terukur, dapat disimpulkan bahwa bangunan Green School A Bamboo Campus merupakan bangunan yang direncanakan dan dirancang secara mendetail. Perencanaan konsep bangunan, penggunaan bahan material untuk struktur, interior, bahkan estetika yang sangat detail dan bersahabat dengan lingkungan, memberikan dampak dan kesan yang baik dan nyaman di dalam penggunaan tiap ruang dan area di dalam kawasannya. Peletakkan ruang-ruang, fasilitas, dan desain bentuk bangunan yang menerapkan pola dan struktur Biomorfik , mengikuti kontur lahan, dan memanfaatkan lingkungan semaksimalnya namun tidak merusak atau menghilangkan keaslian yang telah ada membuat Green School sebagai kawasan yang meminimalkan dampak negatif bagi alam dan memaksimalkan fungsi lingkungan, namun modern dan kaya akan teknologi.

Daftar Pustaka
https://monicaaviandhita.wordpress.com/2017/01/18/tugas-kritik-arsitektur/
http://mutiaramanda21.blogspot.com/2016/09/metode-kritik-arsitektur-style.html
http://anugrah-archblog09.blogspot.com/2013/02/kritik-arsitektur-metode-kritik-normatif.html

 

Sabtu, 22 Desember 2018

KRITIK ARSITEKTUR TIPIKAL

Metode Kritik Tipikal

Studi tipe bangunan saat ini telah menjadi pusat perhatian teoritikus dan sejarawan arsitektur karena desain menjadi lebih mudah dengan mendasarkannya pada tipe yang telah standard, bukan pada innovative originals ( keaslian inovasi).

Menurut Alan Colquhoun (1969), Typology & Design Method, in Jecks, Charles, "Meaning in Architecture", New York: G. Braziller: Type pemecahan standard justru disebut sebagai desain inovatif. Karena dengan ini problem dapat diselesaikan dengan mengembalikannya pada satu convensi atau (type standard) untuk mengurangi kompleksitas.

Typical Criticsm diasumsikan bahwa ada konsistensi dalam pola kebutuhan dan kegiatan manusia yang secara tetap dibutuhkan untuk menyelesaikan pembangunan lingkungan fisik.

Elemen Kritik Tipikal 
 1.  Struktural (Struktur) 
      Tipe ini didasarkan atas penilaian terhadap lingkungan berkait dengan penggunaan material dan pola yang sama.
              -  Jenis bahan 
              -  Sistem struktur
              -  Sistem utilitas dan sebagainya.  

 2.  Function (Fungsi)


       Hal ini didasarkan pada pembandingan lingkungan didesain untuk aktifitas yang sama. Misalnya sekolah akan dievaluasi dengan keberadaan sekolah lain yang sama.

             -  Kebutuhan pada ruang kelas
             -  Kebutuhan auditorium
             -  Kebutuhan ruang terbuka dsb.

  3.  Form (Bentuk)

  • Diasumsikan bahwa ada tipe bentuk - bentuk yang eksestensial dan memungkinkan untuk dapat dianggap memadai bagi fungsi yang sama pada bangunan lain.
  • Penilaian secara kritis dapat difokuskan pada cara bagaimana bentuk itu dimodifikasi dan dikembangkan variasinya.
  • Sebagai contoh bagaimana Pantheon telah memberi inspirasi bagi bentuk - bentuk bangunan yang monumental pada masa berikutnya.
Keuntungan Metoda Kritik Tipikal
  • Desain dapat lebih efisien menggantungkan pada tipe tertentu.
  • Tidak perlu lagi mencari panduan ketika mendesain.
  • Tidak perlu menentukan pilihan - pilihan visi baru lagi.
  • Dapat mengidentifikasi secara spesifik setiap kasus yang sama.
  • Tidak memerlukan upaya yang membutuhkan konteks lain.
Kerugian Metoda Kritik Tipikal
  • Desain didasarkan pada solusi yang minimal.
  • Sangat bergantung pada tipe yang sangat standard.
  • Memiliki ketergantungan yang kuat pada satu tipe.
  • Tidak memiliki pemikiran yang segar.
  • Sekedar memproduksi ulang suatu pemecahan.
  
Mengkritik Menggunakan Elemen Kritik Tipikal Dari Segi Fungsi Pada Bangunan Kantor Kelurahan:  

Kantor Kelurahan Tomang




Kantor Kelurahan Tomang, Jakarta terletak di jalan Mandala Selatan IV, Kelurahan Tomang, Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat. Kantor baru dengan tiga lantai ini dibangun untuk menggantikan kantor lama yang berlokasi di jalan Gelong Baru Raya. Kelurahan Tomang ini memiliki luas wilayah 1.88 km2, terdiri dari 8,841 Keluarga, 173 RT, dan 16 RW.

Dilihat dari segi bentuk, kantor kelurahan Tomang ini memiliki desain atap tradisional yang berbentuk limas dengan genteng berwarna merah. Pada setiap lantai bagian luarnya diberi kanopi dengan material genteng merah.


Kantor Keluarahan Nusukan

Kantor Kelurahan Nusukan, Surakarta, Jawa tengah ini terletak di jalan Sriwijaya Utara II No. 6, Nusukan, Banjarsari, Kota Surakarta, Jawa Tengah. Dilihat dari bentuk sangat terlihat bentuk atap yang menggunakan desain atap tradisional dengan genteng berwarna merah.

Kesimpulan

Dilihat dari segi analisis menggunakan metoda kritik tipikal bahwa kantor Kelurahan Tomang dan Kelurahan Nusukan merupakan sama - sama bangunan pemerintah yang berfungsi sebagai sarana pelayanan masyarakat dengan beberapa kesamaan desain atap yang menggunakan desain atap tradisional.Sehingga kedua bangunan kantor kelurahan tersebut sudah memenuhi kriteria stardard bangunan Kelurahan di Indonesia.

Daftar Pustaka
http://syakurfsykr.blogspot.com/2017/01/kritik-arsitektur-metode-kritik-tipikal.html
http://radar-subekti.blogspot.com/2014/01/kritik-arsitektur-kritik-tipikal.html
           
 

Senin, 26 November 2018

KRITIK ARSITEKTUR INTERPRETIF

Metode Kritik Interpretif

Karakteristik utama kritik interpretif adalah kritikus dengan metode sangat personal. Tindakannya bagaikan sebagai seorang interpreter atau pengamat tidak mengklaim satu doktrin, sistem, tipe atau ukuran sebagaimana yang terdapat pada kritik normatif. Kritik Interpretif punya kecenderungan karakteristik sebagai berikut :

  • Bentuk kritik cenderung subjektif namun tanpa ditunggangi oleh klaim doktrin, klaim objektifitas melalui pengukuran yang terevaluasi.
  • Kritikus melalui kesan yang dirasakannya terhadap sebuah bangunan diungkapkan untuk mempengaruhi pandangan orang lain bisa memandang sebagaimana yang dilihatnya.
  • Menyajikan satu perspektif baru atas satu objek atau satu cara baru memandang bangunan (biasanya perubahan cara pandang dengan “metafor” terhadap bangunan yang kita lihat)

  • Melalui rasa artistiknya disadari atau tidak kritikus mempengaruhi orang lain untuk merasakan sama sebagaimana yang ia alami ketika berhadapan dengan bangunan atau lingkungan kota.
  • Membangun karya “bayangan” yang independen melalui bangunan sebagaimana miliknya, ibarat kendaraan.

Kritik interpretif dibagi dalam tiga metode sebagai berikut yaitu advokasi, evokasi dan impresionis.

1. Kritik Advokasi

  • Kritik ini tidak diposisikan sebagai penghakiman (judgement) sebagaimana pada Normatif Criticism.

  • Bentuk kritiknya lebih kepada sekadar anjuran yang mencoba bekerja dengan penjelasan lebih terperinci yang kadangkala juga banyak hal yang terlupakan

  • Isi kritik tidak mengarahkan pada upaya yang memandang rendah orang lain

  • Kritikus mencoba menyajikan satu arah topik yang dipandang perlu untuk kita perhatikan secara bersama tentang bangunan

  • Kritikus membantu kita melihat manfaat yang telah dihasilkan arsitek melalui bangunannya dan berusaha menemukan pesona yang kita kira hanya sebuah objek menjemukan.

  • Dalam hukum kritik advokasi,  kritiknya tercurah terutama pada usaha mengangkat apresiasi pengamat. 
2. Kritik Evokasi
 Karakteristik

  • Evoke : menimbulkan, membangkitkan
  • Ungkapan sebagai pengganti cara kita mencintai bangunan
  • Menggugah pemahaman intelektual kita atas makna yang dikandung bangunan
  • Membangkitkan emosi rasa kita dalam memperlakukan bangunan
  • Kritik evokatif tidak perlu menyajikan argumentasi rasional dalam menilai bangunan
  • Kritik evokatif tidak dilihat dalam konteks benar atau salah tetapi makna yang terungkap dan penglaman ruang yang dirasakan.
  • Mendorong orang lain untuk turut membangkitkan emosi yang serupa sebagaimana dirasakan kritikus
  • Kritik evokatif disampaikan dalam bentuk : naratif dan fotografi

a.  Kritik Naratif

Contoh : Kritik Peter Green (1974).


3. Kritik Impressionis
Karakteristik
  • Seniman mereproduksi karyanya sendiri atau orang lain dengan konsekuensi adanya kejemuan, sedang kritik selalu berubah dan berkembang. Impresi terhadap karya mempengaruhi perancang untuk membuat perubahan dan perkembangan dalam karya-karya berikutnya.
  • Kritik impressionis adakalanya dipandang sebagai parasit karena seringkali menggunakan karya seni atau bangunan sebagai dasar bagi pembentukan karya keseniannya. Karya yang telah ada menjadi kendaraan untuk menghasilan karya seni lain melalui berbagai metode penyajian.
  • Karya yang asli berjasa bagi kritik sebagai area eksplorasi karya-karya baru yang berbeda. Begitu juga sebaliknya kritik akan membaerikan impresi bagi pengkayaan rasa, pengalaman dan apresiasi terhadap perkembangan teoritik ke depan.
  • Kecantikan, memberi kepada penciptaan unsur yang universal dan estetik, menjadikan kritikus sebagai kreator, dan menghembuskan ribuan benda yang berbeda yang belum pernah hadir dalam benaknya, yang kemudian terukir pada patung-patung, terlukis pada panel-panel dan terbenam dalam permata-permata.
  •  Kritik Impresionistik dapat berbentuk :
            Verbal Discourse                    : Narasi verbal puisi atau prosa

            Caligramme                             : Paduan kata yang membentuk silhouette

            Painting                                    : Lukisan

            Photo image                             : Imagi foto

            Modification of Building       : Modifikasi bangunan

            Cartoon                                     : Focus pada bagian bangunan sebagai  lelucon.

Contoh bangunan dengan metode kritik evokasi: 
  
Kantor Pos - Jalan Banda, Bandung

Kantor pos yang terletak di Jalan Banda, Kota Bandung ini merupakan salah satu bangunan hasil modernisasi. Bangunan ini sebelumnya merupakan salah satu kantor pos yang berada di Kota Bandung. Kini bangunan ini difungsikan sebagai bangunan komersiil yaitu sebuah factory outlet yang diberi nama STAMP Factory Outlet. Bangunan yang semula mengambil konsep bangunan bergaya Belanda, kini ditambah dengan sebuah tampilan fasad bangunan yang lebih modern dengan adanya sebuah lorong di entrance dengan bentuk menyerupai huruf "A" yang merupakan logo dari Factory Outlet tersebut. Fasad terlihat modern dengan penggunaan material kaca film berwarna gelap pada atap dari tambahan fasad yang baru. Dengan adanya penambahan warna mencolok pada fasad baru dan beberapa bagian dari bangunan inti menjadikan bangunan Kantor Pos - Jalan Banda, Kota Bandung ini terlihat modern namun tidak menghilangkan bentukan aslinya yang bergaya kolonial.

 Kantor Pos - Jalan Banda, Bandung.

Kesimpulan
Dari yang kita ketahui bangunan publik di kota Bandung memiliki nilai sejarah yang tinggi. Adapun proses modernisasi yang dilakukan pada bangunan tidak menghilangkan bentuk aslinya yang bergaya Belanda tersebut. Sehingga bangunan yang memiliki nilai sejarah tinggi itu ada baiknya untuk kita lestarikan.

Daftar Pustaka
https://winnerfirmansyah.wordpress.com/category/kritik-arsitektur/
http://gerysuseno.blogspot.com/2013/03/kritik-arsitektur.html